“Pada dugaan pungli tersebut disinyalir saat oknum selaku penagi pajak melakukan penagihan PBB lahan masyarakat padaleu melebihi nominal yang semestinya di bayarkan dengan Berdalil Istilah Biaya Kolektor alias biaya penagihan”.
Mata-elang.com || Lamlembuu-Konsel, -Jika modus dugaan pungli beberapa tahun lalu masip terjadi pada program beras raskin yang kerap di lakukan oleh sejumlah oknum tak terkecuali oleh beberapa oknum yang ada di pemerintah desa, berbeda halnya modus dugaan pungli kali ini.
Dimana hal tersebut disinyalir terjadi di desa padaleu kecamatan Lalembuu kabupaten Konawe Selatan (Konsel), yang di lakukan oleh oknum penagi perpajakan diduga merupakan perangkat desa tersebut. Senin, (10/04/2023).
Modus dugaan pungli itu diduga dilakukan dengan Berdalilkan biaya kolektor alias biaya penagihan pajak lahan dan bangunan milik masyarakat setempat (PBB).
Bagaimana tidak, hal demikian sebagaimana dikeluhkan oleh masyarakat merupakan korban pada dugaan pungli PBB yang menyambangi langsung kediaman awak media dan menyampaikan soalan yang dialaminya.
Dalam keluhan itu, masyarakat membeberkan adanya pembebanan biaya tambahan pada pembayaran pajak tanah miliknya tertanggal, 9/4/23 kemarin.
“Pembayaran pajak dan biaya penagihan itu, di pungut oleh perangkat desa atas nama pudding, memintai pembayaran pajak dimana dalam setiap lembar pembayaran pajak di mintai tambahan uang 5 ribu perlembar nya” bongkar warga sembari memperlihatkan bukti-bukti lembaran pajak telah usai dibayarkan yang tak menerima adanya kebijakan diduga tak mendasar itu.
Menindak lanjuti informasi tersebut, hasil konfirmasi sementara yang dilakukan awak media ke pada Ritam selaku kepala desa padaleu untuk mempertanyakan apakah tindakan tersebut merupakan kebijakan yang menjadi keputusan pemerintah desa atau keputusan kepal5desa dan atau sudah merupakan ketentuan yang telah ditetap oleh dinas perpajakan.
Dalam percakapan via telefon, Ritam menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan kebijakan yang dilakukan berdasarkan hasil musyawarah. Meski menyebutkan waktu autentik penyelengaraan musyawarah yang dimaksud, namun kepala desa padaleu itu menyebutkan bahwa penambahan biaya tersebut merupakan biaya kolektor sesuai mufakat.
“bukan keputusan dari mana-mana, ini keputusan hasil musyawarah atau rapat di sekapakati oleh masyarakat padaleu, bahwa 1 surat pajak memang di mintai uang celoktor 5 ribu perlembar mupun 10 lembar pajak milik warga, tetap 5000 biaya penagihannya 5000 rupiah” kata Ritam.
Meski begitu, hasil investigasi dari sejumlah sumber masyarakat penjelasan kades padaleu diduga berbanding terbalik dengan keadaan tehnik yang di berlakukan. Dimana dari sejumlah informasi sementara yang berhasil dihimpun terbeber bahwa pemberlakuan dalil biaya penagihan itu dibebankan 5000 rupiah perlembarnya.
Lebih jelas masyarakat menjelaskan bahwa bila persatu KK memiliki 10 lembar Kartu pajak maka biaya tagi di lipatksn 10 pada nominal 5000 rupiah dikali 10 lembar.
Selain itu, mengait penjelasan kepala desa padaleu bahwa kebijakan tersebut berdasarkan hasil musyawarah bersama, berbeda halnya dengan penjelasan Warga, menyebutkan bahwa hal itu tidak pernah dilakukan musyawarah. Dengan kata lain hal tersebut merupakan kebijakan intervensi.
Tentu menguak tanda tanya jika penjelasan yang di lontarkan pemerintah desa padaleu dan pembeberan masyarakat terdapat perbedaan berbanding terbalik.
Demi memastikan hal tersebut tidak terjerat pada sinyal pungli Aparat penegak hukum melalui Ciber pungli ataupun kepolisian setempat dapat melakukan penyelidikan.
Selain itu, penyelidikan tersebut dianggap perlu mengingat jika dugaan pungli bermodus biaya kolektor tersebut di kabarkan sudah dijalankan sejak beberapa tahun terakhir, dimana dapat diistimasikan besaran kerugian biaya yang dialami sejumlah masyarakat tentu mencapai nominal tinggi. (Haruna)